Physical Address
304 North Cardinal St.
Dorchester Center, MA 02124
Physical Address
304 North Cardinal St.
Dorchester Center, MA 02124
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah duduk dalam suatu majelis, dan ada seorang anak yang duduk di sebelah kanan beliau, sedangkan orang-orang yang sudah dewasa duduk di sebelah kiri beliau.
Selanjutnya, Nabi meminta ijin kepada anak itu untuk memberikan minum terlebih dahulu kepada tamu-tamu beliau yang dewasa sebelum si anak itu, tetapi dia menolak dan tetap memegang haknya, karena dia berada di sebelah kanan Nabi.
Menerima hal ini tidaklah membuat Nabi marah, bersikap kasar atau menegur anak itu. Dapat kita bayangkan seandainya keadaan seperti ini terjadi pada masa sekarang, sudah barang tentu ada sebagian para pendidik yang menuduh anak yang berbuat demikian sebagai seorang yang tidak punya rasa malu atau kurang sopan dan kurang hormat.
Akan tetapi, tidakkah cukup bagi kita menjadikan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai mu’allim (pengajar) dan murabbi (pendidik)? Sesungguhnya beliau mengajari mereka (anak-anak) keberanian yang beretika selama hal yang dilakukan tidak melanggar hak-hak orang lain.
Ketika Amirul Mukminin ‘Umar bin khaththab radhiyallahu ‘anhu bersua dengan sejumlah anak-anak yang sedang bermain di jalan raya kota Madinah, di antara mereka terdapat ‘Abdullah bin Zubair. Ketika mereka melihat kedatangan ‘Umar, mereka lari, kecuali ‘Abdullah bin Zubair. Dan ketika ‘Umar menanyainya,
“Mengapa engkau tidak lari bersama anak-anak yang lainnya?” ‘Abdullah bin Zubair menjawab dengan berani tanpa ragu-ragu, “Aku tidak bersalah, mengapa harus lari dari engkau, dan jalan ini pun tidak sempit sehingga aku harus memberikan kelapangan bagimu?” (Tarbiyatul Aulad, karya Abdullah Nasih ‘Ulwan).
‘Umar radhiyallahu ‘anhu juga berharap seandainya saja putranya, ‘Abdullah bin ‘Umar, berbicara dalam majelis orang-orang dewasa di hadapan mereka saat dia mengetahui jawaban dari pertanyaan yang dilontarkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang ternyata tiada seorang pun yang mengetahui jawabannya selain ‘Abdullah bin ‘Umar.
‘Umar tidak suka dengan sikap anaknya tersebut yang diam saja saat ‘Umar melihat Abu Bakar dan dia sendiri tidak tahu jawabannya. Sesungguhnya ‘Umar mengungkapkan perasaannya itu dengan maksud menghapuskan dari dalam diri anaknya fenomena rasa malu dan mengajarinya keberanian yang beretika, selama berkaitan dengan kebenaran dan ilmu serta tidak menyangkut hal-hal yang melanggar hak-hak orang lain.
Di antara keberanian yang beretika adalah hendaklah seorang anak tidak dibiarkan berbuat sesuatu dengan sembunyi-sembunyi, karena sesungguhnya tidaklah sekali-kali dia melakukannya dengan sembunyi-sembunyi dari pengetahuan ayah dan ibunya, dan juga dari pendidiknya, melainkan karena dia berkeyakinan bahwa apa yang dilakukannya itu buruk dan tidak boleh dikerjakan.
Sehubungan dengan hal ini, Imam Al Ghazali rahimahullah mengatakan agar hendaknya sang anak dicegah dari melakukan segala sesuatu dengan sembunyi-sembunyi, karena sesungguhnya tidaklah sekali-kali dia menyembunyikannya, melainkan karena ia meyakini bahwa perbuatan itu buruk dan tidak pantas dilakukannya (Ihya ‘Ulumud Din).
Maraji’: Tahapan Mendidik Anak, Teladan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam; Syaikh Jamal ‘Abdur Rahman
Baca juga :
Taat Membangun solidaritas organisasi
Ikuti kegiatan kami di @yasapeduli