Physical Address
304 North Cardinal St.
Dorchester Center, MA 02124
Physical Address
304 North Cardinal St.
Dorchester Center, MA 02124
Kisah Seorang Anak kecil yang Memaafkan
Kai Le Harriot (3 tahun) sedang menonton Acara Show Barney di televisi di lantai 3 sebuah apartemen. Saat itu seorang pria bernama Anthony Warren (29 tahun) menembakan 3 tembakan ke udara dengan serampangan untuk menakut-nakuti 2 orang keluarga wanitanya di lantai satu apartemen yang sama dengan tempat Kai Le tinggal karena mereka terlibat suatu pertengkaran.
Ternyata 1 peluru tanpa terduga menembus mengenai Kai Le. Peluru menembus tubuhnya hingga tulang belakang dan Kai Le harus dirawat berhari-hari di rumah sakit.
Kai Le dapat diselamatkan tetapi ia harus keluar dari rumah sakit dengan kursi roda karena cacat permanen yang dialaminya.
Dalam sebuah persidangan, kakak Kai Lee, Aja David yang berada dekat sekali dengan Kai Lee saat kejadian mengatakan
“I realize that in life anything can happen to you, Kai has been paralyzed..but she’s happy..she’s happy..she’s stronger than me”
(saya berusaha realistis bahwa dalam hidup ini semua hal dapat terjadi. Kai memang telah lumpuh tetapi dia bahagia sekarang.. dia bahagia.. dia lebih kuat daripada saya).
Ibu Kai, Tonya David mengatakan saat ini Kai telah bersekolah TK di Josiah Quincy School dan Kai tidak pernah mengeluh saat melihat kenyataan bahwa ia akan memakai kursi roda seumur hidupnya.
Tonya mengatakan anak saya Kai saya lahirkan dengan sehat dan tanpa cacat dan sekarang saya telah kehilangan sebagian hidupnya.
Saat persidangan pertama selesai, saat Anthony Warren penembak anaknya melangkah keluar, Anthony menghampiri keluarga Kai. Ia mengatakan, bahwa ia menyesal dan meminta maaf atas perbuatan saya. “saya menyesal karena saya juga memiliki anak perempuan seperti Kai”. Saat itu
Warren mengulurkan tangannya kepada Tonya (ibu Kai). Tonya terdiam sejenak, seluruh pengunjung diam senyap melihat. Dan kemudian, Tonya menyambut tangan David. Mereka bersalaman dan berpelukan. Dan ketika Kai yang sedang di kursi roda ditanya. Dengan senyuman, anak kecil ini mengatakan “I still forgive him….”
Kisah Seorang Ibu yang Putrinya Dibunuh
Aba Gayle, seorang ibu yang putrinya dibunuh oleh seorang pria yang berdarah dingin. Saat itu musim gugur 1980, Catherine Blount, putrinya yang berusia 19 tahun, ditemukan tewas dalam keadaan yang mengenaskan. Catherine meninggal karena tikaman-tikaman pisau, yang dilakukan secara brutal oleh orang yang tidak dikenal.
Beberapa waktu kemudian pembunuhnya tertangkap. Ternyata ia adalah seorang pria tengah baya yang bernama Douglas Mickey. Douglas Mickey sendiri tidak dapat menyebut motif perbuatannya, mengapa ia tega menghabisi nyawa Catherine di taman kota itu.
Makan waktu lama bagi Gayle untuk berjuang sendirian menekan rasa sakit emosi yang mendalam akibat kehilangan putrinya itu. Setelah 8 tahun dalam kemarahan, dendam dan kesedihan yang mendalam, Aba Gayle menemukan guru yang luar biasa yang membimbingnya untuk mencoba memaafkan dengan meneladani Tuhan yang Maha Pemaaf.
Awalnya dia menolak, batinnya memberontak, tetapi lama kelamaan ia mendengar ada suara dalam dirinya “you must forgive him and you must let him know” (kamu harus memaafkan dia dan kamu harus memberitahunya sekarang). Suara itu terus menggema dalam dirinya. Suara itu menggema di kepalanya dan membuatnya tidak bisa tidur di suatu malam.
Malam itu Gayle mengikuti dorongan hatinya. Ia menulis surat kepada Douglas Mickey, pembunuh anaknya. Ia berbicara jujur tentang perasaanya terhadap anaknya.
“Twelve years ago, I had a beautiful daugther named Catherine. She was a young woman of unusual talents and intelligence. She was slender and her skin glowed with health and vitality. She had long naturally wavy hair that framed her sparkling eyes and warm bright smile. She radiated love and joy!”
(Dua belas tahun yang lalu, aku memiliki seorang anak perempuan yang bernama Catherine. Dia adalah gadis yang penuh dengan bakat dan kecerdasan. Dia memiliki tubuh langsing dengan kulitnya yang bercahaya. Dia sehat dan penuh vitalitas. Dia memiliki rambut yang bergelombang alami dan mata yang bersinar dan senyum yang indah, dia selalu memancarkan cinta dan kebahagiaan)
Gayle menulisnya dengan gemetar dan air mata menahan rasa sakit yang terus memberontak dalam dirinya. Ia memutuskan untuk menulis dan berkata jujur kepada pembunuh anaknya bahwa ia sangat terluka dan marah kepada pembunuh anaknya.
“I was very angry with you and want to see you punished to the limit of the law. You had done irreparable damage to my family and my dreams for the future”
(Aku sangat marah padamu dan aku ingin kamu dihukum seberat-beratnya. Kamu telah membuat kerusakan yang parah pada keluargaku dan impian masa depanku)
Setelah ia mengatakan jujur perasaanya, Gayle bercerita kepada pembunuh anaknya tentang perjuangan selama 8 tahun untuk belajar memaafkan Mickey. Dan di salah satu bagian suratnya ia mengatakan:
“I was surprised to find that I could forgive you”
(Aku terkejut ketika aku menemukan diriku dapat memaafkan kamu)
Dan setelah di awal surat ia mengatakan begitu marah, dendam dan terpuruk, di akhir suratnya,kepada pembunuh anaknya ia mengatakan:
“I hope that this letter will help you to face your future. There is only love and good in the world regardless of how thing may appear to you now. I am willing to write to you or visit you if you wish. I send blessings to you and to your children.” -Gayle, mother of Catherine
(Aku berharap surat ini dapat membantumu menatap masa depanmu. Hanya ada cinta dan kebaikan di dunia yang sekarang akan mendekat kepadamu. Aku berharap untuk menulis surat kepadamu atau mengunjungimu jika kau berkenan. Aku mengirimkan do’a untukmu dan untuk anak-anakmu. (Gayle, Ibu Catherine)
Beberapa hari setelah surat itu dibuat, Gayle masih belum mengirimkan surat itu karena dorongan dan tarikan dalam dirinya yang begitu dahsyat. Berkat dorongan teman-temannya akhirnya dengan tangan gemetar Gayle mengirimkan suratnya melalui kotak surat.
Tak lama kemudian Mickey mengirim surat balasan kepada Gayle yang isinya adalah penyesalan dan permohonan maaf. Bahkan Mickey mengirim formulir ijin menjenguk di penjara San Quentin jika Gayle bersedia.
Saat pertemuan, Gayle melepas semua kepedihan hatinya langsung di depan orang yang telah membunuh anaknya. Keduanya saling menangis menumpahkan semua rasa sedih dan penyesalan. Gayle mengerti, di malam ia kehilangan Catherine putrinya, malam itu pula Mickey kehilangan masa depannya.
Ternyata bukan hanya dirinya yang mengalami kepedihan mendalam, Mickey sendiri pun meratapi tindakanya mencabut nyawa Catherine. Dalam surat terakhirnya kepada Gayle ia berkata “Andaikan saya mampu menukar nyawa saya sekarang dengan nyawa Catherine”.
Mickey akhirnya dihukum mati karena bukti-bukti yang sangat menguatkan terhadap tindakan Mickey kepada Catherine tetap Gayle merasa kematian Mickey bukanlah obat bagi kepedihannya. Karena ia merasa ,
“Obat bagi semua kepedihan, kesedihan dan kegelapan hidupnya adalah saat ia menang melawan dirinya yakni dengan MEMAAFKAN.”
Buku The Way to Happiness oleh dr Arief Alamsyah