Pencuri Sholat
Daftar isi
Ada beberapa jenis tipe pencuri di Masjid, salah satunya adalah Pencuri Shalat. Apa itu Pencuri Sholat?
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pada suatu saat bersabda,
“Seburuk-buruk pencuri adalah yang mencuri dari shalatnya.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana mencuri dari sholat itu?” Rasulullah berkata, “Dia tidak sempurnakan ruku dan sujudnya.” (HR Ahmad no 11532, dishahihkan oleh al Albani dalam Shahihul Jami’ 986).
Ada sebuah peristiwa, seseorang yang sudah 60 tahun shalat tapi shalatnya tidak diterima. Ini yang perlu kita berhati-hati. Dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Al-Ashbahani,
“Sesungguhnya (ada) seseorang yang sholat selama enam puluh tahun, namun tidak ada satu sholat pun yang diterima. Barangkali orang itu menyempurnakan ruku’ tapi tidak menyempurnakan sujud. Atau menyempurnakan sujud, namun tidak menyempurnakan ruku’nya.”
Kemudian diriwayatkan tentang 40 tahun sholat ternyata dianggap belum sholat dalam musnad Ahmad, “Dari Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu, bahwa beliau pernah melihat ada orang yang tidak menyempurnakan ruku’ dan sujud ketika shalat. Setelah selesai, ditegur oleh Hudzaifah, “Sudah berapa lama Anda shalat semacam ini?” Orang ini menjawab, “40 tahun.” Hudzaifah mengatakan, “Engkau tidak dihitung shalat selama 40 tahun (karena shalatnya batal).” Lanjut Hudzaifah, “Jika kamu mati dan model shalatmu masih seperti ini, maka engkau mati bukan di atas fitrah (ajaran) Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam.” (HR. Bukhari).
Oleh karena itu kita perlu berhati-hati dalam menjaga sholat kita dengan benar, karena kelak di yaumil akhir amalan yang pertama kali dihisab oleh Allah ta’ala adalah Sholat.
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Sesungguhnya amal yang pertama kali dihisab pada seorang hamba pada hari kiamat adalah shalatnya. Maka, jika shalatnya baik, sungguh ia telah beruntung dan berhasil. Dan jika shalatnya rusak, sungguh ia telah gagal dan rugi. Jika berkurang sedikit dari shalat wajibnya, maka Allah Ta’ala berfirman, ‘Lihatlah apakah hamba-Ku memiliki shalat sunnah.’ Maka disempurnakanlah apa yang kurang dari shalat wajibnya. Kemudian begitu pula dengan seluruh amalnya.” (HR. Tirmidzi).
Kemudian kita harus memperhatikan pula amalan kita secara bersungguh-sungguh, karena ada hadits Rasul yang disahihkan oleh beberapa Ulama, “Kalian tidak akan mampu istiqamah sebetul-betulnya istiqamah, tetapi bersungguh-sungguhlah. Apa yang tidak bisa didapatkan semuanya maka jangan ditinggalkan semuanya.”
Di dalam kitab Uluwwul Himmah disebutkan ada hakim agung di negeri Syam bernama Sulaiman bin Hamzah Al Maqdisi yang merupakan keturunan dari Ibnu Qudamah, yang memiliki kitab Al-Mughni. Sulaiman pernah berkata
“Aku tidak pernah melaksanakan shalat fardhu sendirian kecuali dua kali, dan seakan-akan aku tidak pernah melaksanakan dua shalat tersebut.”
Pada saat Sulaiman Al-Maqdisi mengatakan hal tersebut usianya sudah 90 tahun. Dari kisah ini dapat kita ambil hikmah adanya peningkatan kualitas di sisi Allah Subhanahu wa ta’ala. Mengapa kita memulai dari menyempurnakan shalat kita? Karena yang pertama kita mulai adalah aspek spiritualitas yang merupakan inti dari kabahagiaan tertinggi, yaitu ketika kita dekat dengan Allah ta’ala.
Menyempurnakan Shalat dimulai dari Ruku’
Ruku’ sebagai lambang penghambaan kita kepada Allah ‘Azza wa Jalla, yang berarti kita ini adalah budak-Nya, bahwa diri kita ini tidak bisa apa-apa dan tidak ada apa-apanya di hadapan Allah ta’ala. Seakan-akan dalam ruku’ kita ini penuh dengan kesalahan kepada Allah dan mengakui bahwa Allah itu lebih besar dari segala-galanya yang ada di muka bumi ini. Maknanya kita sedang mengagungkan Allah ta’ala, jadi kita jangan sembrono, jangan cepat-cepat dan jangan tergesa-gesa dalam shalat kita.
“Ketika engkau ruku’ maka letakkanlah kedua tanganmu di atas kedua lututmu, kemudian luruskan punggungmu sehingga mejadi lurus.”
Dari riwayat tadi, jika ruku’ kita lurus maka itu merupakan gerakan ruku’ yang sempurna. Kemudian ada beberapa riwayat yang menjelaskan tentang posisi tangan saat ruku’ yaitu posisi tangan seperti busur panah sambil sikap dan pikiran kita mengagungkan Allah ta’ala dengan memastikan bahwa gerakan kita benar karena diawasi oleh-Nya.
Kemudian ditambah posisi kedua tangan di atas lutut dengan menggenggamnya lalu menarik punggung ke depan setelah itu mantabkan posisi punggung. Seperti yang dijelaskan dalam riwayat,
Abu Humaid As Sa’idiy berkata mengenai cara shalat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, ia berkata, “Jika ruku’, beliau meletakkan dua tangannya di lututnya dan merenggangkan jari-jemarinya.” (HR. Abu Daud. Al Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Selanjutnya, lakukanlah dengan tenang sehingga tubuh menempati posisinya masing-masing dan jangan lakukan seperti halnya burung yang sedang makan.
Dalam Riwayat Abu Dawud, Rasulullah pernah menyampaikan, “Tak sah sholat seseorang sampai ia meluruskan punggungnya dalam rukuk dan sujud.”
Riwayat lainnya Rasulullah mengatakan, “Allahu Akbar tsumma yarta’u, kemudian beliau ruku’ hingga persendian-persendian beliau menjadi tenang.” Hal ini menjadi standar kita bahwasannya ruku’ harus dengan cara yang tenang (tuma’ninah).
Bagaimana Standarnya Tuma’ninah?
Kita dapat mulai dulu dengan bacaannya yaitu,
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي
“Maha suci Engkau wahai rabb kami, segala pujian bagi-Mu. Ya Allah, ampunilah aku.” (Mutaffaqun ‘alaih).
Atau sebagaimana sebuah hadits riwayat Ibnu Mas’ud bahwa Rasulullah bersabda, “Apabila kalian ruku’ maka bacalah dalam ruku’ kalian: ‘Subhana rabbiyal ‘adziimi’, tiga kali.” (HR. Tirmidzi).
Maka saat kita membaca bacaan saat ruku’, ada patokan ukuran hitungannya, jadi jangan cepat-cepat dan jangan terburu-buru karena shalat yang kita lakukan keuntungannya bukan untuk Allah melainkan untuk diri kita sendiri.
Wallahu a’lam bishshawwab
Baca juga :
Tekad kaum muslim yang tidak tergoyahkan
Ikuti kegiatan terbaru kami di @yasapeduli