Physical Address
304 North Cardinal St.
Dorchester Center, MA 02124
Physical Address
304 North Cardinal St.
Dorchester Center, MA 02124
Daftar isi
Cinta Allah Subhanahu wa ta’ala datang dari langit ketujuh. Sedangkan cinta manusia kadang-kadang semu dan bersifat buatan. Tidak jarang, manusia mengelu-elukan seseorang karena orang tersebut memiliki emas, tentara, pangkat, jabatan, kehormatan, dan harta. Akan tetapi, cinta yang didapatkan dari Allah Yang Maha Esa adalah cinta yang hanya dimiliki oleh-Nya.
“Apabila Allah mencintai seorang hamba, Dia berfirman kepada malaikat Jibril, ‘Aku mencintai si Fulan, maka cintailah dia!’ Jibril kemudian mencintai orang itu dan menyeru seluruh penduduk langit, ‘Allah mencintai si Fulan, maka cintailah dia!’ Penduduk langit lantas mencintainya.
Orang itu pun diterima oleh semua penghuni bumi. Jika Allah membenci seseorang, Dia akan berkata kepada Jibril, ‘Aku membenci si Fulan, maka bencilah dia!’ Jibril kemudian membencinya dan berkata kepada seluruh malaikat, ‘Allah membenci si Fulan, maka bencilah dia!’ para malaikatpun lantas membencinya. Orang itu pun dibenci oleh semua penghuni dunia.”
Cinta seperti ini tidak dibuat-buat. Seorang muslim harus memintanya dari Allah ‘Azza Wa Jalla. Jika seorang muslim istiqamah bersama Allah, maka Allah pun akan mengabulkan permohonannya dan membuatnya dicintai orang lain.
Dalam Shaid al-Khatir, Ibnul Jauzi berkata,
“Aku melihat ada orang yang gaya bicara dan berjalannya dibuat-buat, sering mendirikan shalat, tidak banyak bicara, dan gemar berpuasa, tapi orang-orang menjauhinya.
Pada kesempatan Iain, aku melihat orang yang suka bercanda dan melakukan segala hal, kecuali yang haram, justru disukai manusia. Sejak saat itu aku mengerti bahwa niat adalah suatu rahasia yang tersembunyi, namun di mata Allah begitu nyata.”
Banyak orang melakukan segala cara agar bisa dicintai orang lain. Sayang, ia tidak mendapatkannya. Sebaliknva, ada orang yang tidak ingin mendapatkan cinta dan pujian orang lain, namun ternyata hati semua manusia cenderung kepadanya dengan memberikan doa, cinta, rindu, dan sayang. Walhasil, banyak ari mereka yang berharap dapat duduk di sampingnya.
Dengan demikian kita tahu bahwa cinta itu dari Allah ta’ala. Dialah yang memberi dan menahan. Abu Darda’ berkata,
“Seandainya orang yang taat beribadah kepada Allah ada di balik tujuh pintu, Allah pasti menampakan tanda-tanda ketaatannva itu kepada manusia. Dan seandainya orang durjana mendurhakai Allah dari balik tujuh pintu, Allah juga pasti memperlihatkan akibat ulahnya itu kepada manusia.”
Ibnul Qayyim berkata,
“Jika orang yang bermaksiat mendengar suara angin sepoi-sepoi, dia selalu mengira itu adalah suara gemuruh.”
“Mereka mengira bahwa setiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka.” (QS.Al-Munafiqun: 4).
Ini adalah realitas orang yang durhaka. Kalau pintu bergerak, dia merasa takut. Kalau meIihat polisi, dia merasa gelisah.
“Akankah seorang hamba merasakan manisnya ibadah kalau dia masih ingin berbuat maksiat?” tanya seseorang kepada Abu Mu’adz ar-Razi.
“Tidak, demi Allah! la tidak akan merasakannya, meskipun dia hanya ingin melakukan dan tidak melaksanakannya. Dia malah akan merasakan keterasingan dari Tuhannya. Keterasingan semacam ini menimbulkan beberapa dampak buruk:
Di antaranya, tidak mempercayai janji-janji Allah yang tertuang dalam ayat-ayat harapan dan janji yang baik. Seakan ayat-ayat tentang surga dan tentang Allah ta’ala bukan ayat-ayat Al-Qur’an. Padahal Allah telah memerintahkan kita agar berprasangka baik kepadaNya, mengingat ini merupakan amalan yang baik.
Di antaranya juga, tidak menyalahkan nafsu sebagai penyebab terputusnya rantai yang menghubungkan antara diri dengan Allah. Mayoritas orang fasik adalah orang yang mulutnya sering tertawa namun batinnya menangis. Bahkan, ada ulama yang membagi hati semacam itu menjadi 20 tingkat, dimulai dari “hati yang pemarah” dan diakhiri dengan “hati yang terkunci”.
“Bahkan sebenarnya Allah telah mengunci mati hati mereka karena kekafirannya.” (QS. An.Nisa’: 155).
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur’an ataukah hati mereka terkunci.” (QS. Muhammad: 24).
Berdasarkan ayat tersebut, kematian hati tidak bisa dirasakan.
Pada ayat yang lain, Allah ta’ala berfirman,
“Dan (juga) orang-orang yang mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka.” (QS. Ali ‘Imran: 135).
Ketika menjelaskan maksud ayat di atas, sejumlah ulama berkata, sikap cuek dan masa bodoh dapat membekukan perasaan, mematikan kepekaan, serta merusak fitrah yang normal. Kita tidak sulit menemukan orang yang melakukan dosa dan kesalahan sebesar gunung, namun dia tidak merasakannya.
Keras hati ini ada dua tingkat. Al Quran menyebutkan kata “hati yang terkunci” dan “hati yang tertutup”.
Tidak sedikit orang yang sehari-harinya melepas tawa terbahak-bahak. Sebenarnya orang-orang itu tertekan jiwanya. Kalbunya diliputi rasa takut, cemas, dan gelisah.
Dia sejatinya mencari kesempatan untuk melepas semua himpitan itu. Akibatnya, mereka menyibukkan diri dengan membaca buku-buku porno, mendengarkan musik yang tak karuan, atau menonton film-film yang merusak. Orang-orang seperti itu takut mendengar lantunan Al Quran.
Ada orang yang durhaka, jika mendengar Al Qur’an dari radio, dia berkata, ”Tidak! Tidak! Biarkan kami bersenang-senang! Biarkan kami menikmati kehidupan ini! Biarkan kami tenang sebentar!” Kitab suci ini mencengkeram dan menggiringnya menuju hari perhitungan di hadapan Allah. Al Quran telah menerobos dan merasuki relung jiwanya.
Karena itu, dia merasa takut dan sakit, dan untuk memenangkan diri, dia mendengarkan musik. Setelah itu dia mengaku dirinya mencintai Allah dan Rasul. Padahal dia sejatinya telah mengoyak agama.
Hati yang keras atau hati yang mati terjadi disebabkan oleh perbuatan dosa, maksiat, dan kesalahan yang selalu dilakukan berulang-ulang. Akibatnya anda melihat orang yang hatinya keras tidak terpengaruh oleh siapapun.
“Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu.” (QS Al BAqarah: 74).
Dalam Madarij as-Salikin, Ibnul Qayyim mengemukakan beberapa sebab kerasnya hati. Di antara nya adalah dosa, maksiat, dan kesalahan. Disamping itu, kerasnya hati juga bisa disebabkan oleh banyak melakukan perbuatan mubah, seperti banyak bicara tanpa diisi oleh zikir kepada Allah, banyak makan melebihi kebutuhan, banyak tidur, atau banyak bermain. Semua ini adalah faktor yang menyebabkan hati menjadi keras.
Segala sesuatu akan mendapat ganti, kecuali umur. Umur yang telah berlalu tidak akan pernah kembali dan terulang. Allah ta’ala berfirman,
“Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berpikir bagi orang yang mau berpikir, dan apakah tidak datang kepadamu pemberi peringatan.” (QS. Fathir: 37).
Allah bertanya,
“Berapa tahun lamanya kamu tinggal di bumi?’ mereka menjawab, “kami tinggal di bumi sehari atau setengah hari,” Maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung.” (QS Al Mu’minun:112-113).
Kemudian Allah mencela mereka dengan firmanNya tadi.
“Kamu tidak tinggal di bumi melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui. Maka apakah kamu akan mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main saja, dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada kami.
Maka, Maha Tinggi Allah, Raja yang sebenarnya, tidak ada Tuhan (yang disembah) selain Dia, Tuhan (Yang mempunyai) Arsy yang mulia.” (QS Al Mu’minun: 114-115).
Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda,
“Dua kenikmatan yang sering dilupakan oleh orang adalah kesehatan dan waktu kosong.”
Faktor terbesar yang dapat menyia-nyiakan usia adalah perbuatan maksiat, padahal anugerah yang paling dijaga oleh orang-orang saleh terdahulu adalah umur. Sebab, jika umur hilang oleh perbuatan maksiat, maka hilanglah dunia dan akhirat. Kita berlindung kepada Allah dari hal ini.
Orang-orang yang saleh terdahulu sangat berhati-hati dengan semua perbuatan mubah, karena takut terjerumus ke dalam perbuatan yang makruh. Sebaliknya, kita bukan hanya melakukan perbuatan yang mubah, perbuatan maksiat juga sering kita lakukan.
Masalah ini sudah difirmankan Allah ta’ala dalam KitabNya, dan disabdakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam haditsnya. Artinya, pezina, peminum arak, pembunuh, pembohong, dan orang yang durhaka kepada orang tua akan mendapatkan siksa, murka, serta azabNya.
“Ya Tuhan kami! Susungguhnya kami mendengar seruan yang menyeru kepada iman, yaitu berimanlah kamu kepada Tuhanmu, maka kamipun beriman. Ya Tuhan kami! Ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wakafkanlah kami beserta orang-orang yang berbakti!” (QS Ali Imran: 193).
Baca juga :
Berbagi senyuman bersama relawan dan lansia
Larangan mengolok – olok kaum lain
Ikuti kegiatan kami di @yasapeduli