Physical Address
304 North Cardinal St.
Dorchester Center, MA 02124
Physical Address
304 North Cardinal St.
Dorchester Center, MA 02124
Amalan orang lain ini akan tetap bermanfaat bagi orang yang sudah yang sudah meninggal. Salah satu amalan orang yang masih hidup adalah pahala puasa untuk orang yang sudah meninggal. Indahnya syari’at Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW adalah ketika orang Islam yang telah meninggal dunia masih mendapat manfaat dari amalan saudaranya sesama muslim, baik dari keluarga atau orang mukmin pada umumnya.
Daftar isi
Dilihat dari pengertian masing-masing kata yang membentuknya, yaitu kata “hadiha” dan kata “pahala”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), “haidah” adalah pemberian (untuk penghargaan, kenang-kenangan, penghormatan atau sebagainya); atau ganjaran (untuk pemenang dalam perlombaan, sayembara, pertandingan, dan sebagainya).
Hadiah dalam penhgertian kebahasaan, hadiah adalah suatu pemberian kepada orang lain, baik dimaksudkan untuk cinderamata, ungkapan terima kasih maupun sebagai penghargaan atas suatu prestasi.
Sementara “pahala” adalah ganjaran atau balasan untuk perbuatan yang baik. Jadi yang dimaksud dengan pahala puasa untuk orang yang sudah meninggal adalah suatu bentuk kegiatan yang melakukan amal-amal yang bisa mendatangkan pahala dan ganjaran dari Allah SWT. Kemudian pahala tersebut dihadiahkan kepada orang yang telah meninggal dunia dengan harapan hal tersebut dapat bermanfaat bagi mayit tersebut.
Rasulullah SAW bersabda
“Sesungguhnya sebaik-baik apa yang dimakan seseorang adalah dari hasil jerih payahnya, dan anak adalah termasuk bagian dari upayanya.” (HR. Abu Daud, al-Nasa’i, Ibn Majah, al-Hakim, al- Thayalusi dan Ahmad)
Adapun hadits tersebut berisi tentang kegunaan amal baik anak yang sholeh bagi orang tuanya yang telah meninggal dunia, seperti sedekah, puasa, dan memerdekakan budak.
Disampaikan puala oleh Syaikh Ibnu Jobrin, Ftawa Ash-Shiyam menyebutkan
“Amalan sunnah yang mutlak menyatakan bolehnya menghadiahkan pahala puasa kepada yang telah meninggal dunia, Insya Allah pahala-Nya sampai kepadanya.” (Syaikh Ibnu Jibrin, Fatwa Ash-Shiyam, disusun oleh Rasyid Az-Zahrani, hal. 124.)
Hadiah yang bisa diberikan kepada orang yang sudah meninggal adalah bersedekah. Direktur Aswaja Center selaku pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur, KH Ma’ruf Khozin, menjelaskan pada dasarnya pahala amalan tersebut boleh dan dapat dirasakan manfaatnya oleh almarhum.
“Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan hadits tentang sahabat yang mau melakukan sedekah untuk keluarganya yang wafat, Nabi ditanya apakah dia dapat pahala? Nabi menjawab “Ya”. Demikian pula sahabat yang menghajikan keluarga yang sudah wafat, dan juga puasa. Dalam hal ini semua sepakat (boleh dan pahala sampai ke almarhum),”.
Mengutip pandangan dari Ibnu Qayyim dalam kitabnya yang berjudul ar-Ruh,
“Ada Sahabat bertanya tentang haji untuk keluarganya yang wafat, Nabi mengizinkan. Sahabat berikut bertanya tentang puasa untuk keluarganya yang wafat, Nabi mengizinkan. Sahabat lain bertanya tentang sedekah untuk keluarganya yang wafat, Nabi mengizinkan. Tidak ada yang dihalangi Nabi.”
Penjelasannya bahwa puasa adalah murni niat dan menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa, Allah SWT juga sampaikan pahalanya kepada mayit, maka bagaimana dengan membaca Al-Qur’an yang merupakan amal perbuatan dan niat bahkan tidak perlu niat. Dengan demikian pahala puasa untuk orang yang sudah meninggal akan sampai kepada mayit.
Dari ‘Aisyah ra, meneceritakan ada seorang laki-laki dating menghadap nabi lalu berkata:
“Wahai Rasulallah : “Sesungguhnya ibuku telah meninggal secara mendadak sehingga tidak berwasiat. Aku menduga bila ia bisa berbicara tentu akan bersedekah. Apakah ia mendapat pahala manakala aku bersedekah untuknya.” Jawab Nabi saw.: “Ya”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Salah satu amalan baik yang bisa diberikan adalah pahala puasa untuk orang yang sudah meninggal
Dari ‘Aisyah ra, Rasulullah SAW bersabda:
“Barangsiapa meninggal dunia masih hutang puasa maka walinya supaya berpuasa untuknya.” (HR. Al-Bukhari> dan Muslim).
Dari Ibnu ‘Abbas ra, menceritakan bahwa ada seorang perempuan dari qabalah Juhainah dating menghadap Nabi SAW dan berkata:
“Sesungguhnya ibuku pernah bernazar haji dan belum haji sehingga meninggal dunia. Apakah aku bisa menghajikannya?” Jawab Nabi saw. : “Ya, hajilah kamu untuknya. Bukankah seandainya ibumu mempunyai hutang, engkau yang wajib melunasinya? Bayarlah hutangnya kepada Allah, sesungguhnya Allah paling berhak untuk dipenuhinya.” (HR. Al-Bukhari).
Satu Hati Sejuta Peduli
Ikuti Kegiatan Terbaru Kami
Baca artikel keislaman Kami Lainnya