Physical Address
304 North Cardinal St.
Dorchester Center, MA 02124
Physical Address
304 North Cardinal St.
Dorchester Center, MA 02124
Daftar isi
Berikut ini adalah kiriman cerita dari seorang teman : Setiap pagi ketika tiba di kantor tempat kerja, sebagai karyawati baru, saya selalu menyaksikan pemandangan yang sangat romantis. Seorang karyawati senior yang selalu diantar oleh suaminya dengan mobil.
Meski mobil mereka tampak sederhana, namun tindakan sang suami membuat saya terkagum-kagum. Sang suami selalu membukakan pintu mobil untuk istrinya saat keluar dari mobil kemudian menutupnya kembali. Sebagai perempuan, saya pun ingin diperlakukan seperti itu oleh suami. Iri rasanya menyaksikan pemandangan itu, apalagi saya masih tergolong pengantin baru.
Suatu pagi, saat saya berjalan hendak menuju pintu masuk kantor, mobil pasangan itu berhenti tepat di depan saya. Seperti biasa sang suami turun duluan dan membukakan pintu mobil untuk istrinya. Pagi ini saya beranikan diri untuk menyapanya. Sebagai yunior, saya ingin belajar dari beliau yang lebih senior.
“Maaf, ibu sudah berapa lama menikah?” tanya saya menyapa.
“Emm, sekitar duapuluh tahun Dik,” jawabnya.
“Subhanallah…. Jadi sudah duapuluh tahun ini suami ibu selalu membukakan pintu mobil seperti itu?” tanya saya.
“Oh tidak Dik. Ini baru satu tahun belakangan ini saja kok,” jawabnya sambil tersenyum.
“Kenapa bukan sejak awal nikah Bu?” tanya saya penasaran.
“Emmm…. .karena baru satu tahun ini pintu mobil kami rusak, tidak bisa dibuka dari dalam. Kaca mobil juga tidak bisa dibuka,” jawabnya sambil tetap tersenyum.
Gubrak ! Kirain mereka romantis beneran. Ternyata romantis karena keadaan.
Bisakah menjadi romantis beneran? Tentu bisa. Seperti apa tindakan romantis itu? Contoh saja perilaku Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah melakukan sangat banyak teladan dalam berinteraksi dengan para istri beliau. Nabi adalah suami yang sungguh romantis.
Berbahagialah hidup dalam Islam, karena telah ada semua hal yang kita butuhkan dalam kehidupan. Bukan hanya teori, namun sekaligus contoh langsung dari sang Nabi. Berlaku romantis bukanlah hal tabu untuk dilakukan suami istri, ternyata hal itu justru dicontohkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam kehidupan rumah tangga beliau. Tidak sulit memahami bagaimana berlaku romantis.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam rela menjadikan lutut beliau sebagai pijakan bagi Shafiyah, istri beliau, untuk naik ke onta tunggangan. Anas bin Malik berkata,
“Aku melihat Nabi mempersiapkan kelambu di atas onta untuk Shafiyah, lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam duduk di dekat onta lalu meletakan lutut beliau. Shafiyah menginjakkan kakinya di atas lutut beliau untuk naik di atas onta”. (HR. Al-Bukhari).
Kendaraan kita di zaman sekarang adalah sepeda motor atau mobil. Sikap romantis bisa ditunjukkan dengan membukakan pintu mobil untuk istri, atau membantu istri untuk membonceng motor suami.
Di antara tindakan romantis adalah memanggil istri dengan panggilan kesayangan. Panggilan lembut yang menyenangkan hati pasangan.
‘Aisyah menuturkan, “Pada suatu hari Rasulullah berkata kepadanya, ‘Wahai ‘Aisy (panggilan kesayangan ‘Aisyah), Malaikat Jibril ‘alaihissalam tadi menyampaikan salam buatmu.” (Muttafaq ‘alaih). Aisy adalah panggilan kesayangan Nabi kepada ‘Aisyah.
Humaira juga panggilan kesayangan Nabi kepada ‘Aisyah. ‘Aisyah berkata, “Orang-orang Habasyah (Ethiopia) masuk ke dalam masjid bermain, maka Nabi berkata kepadaku, “Ya Humaira —wahai yang kemerah-merahan (maksudnya adalah Aisyah), apakah engkau ingin melihat mereka?” Aku berkata, “Iya”.
Nabi rela menemani ‘Aisyah berlama-lama melihat pertunjukan. ‘Aisyah sangat bahagia berlama-lama bersama Nabi dengan posisi yang sangat romantis.
Kelanjutan hadits dari ‘Aisyah tentang orang Habasyah di atas : Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri di pintu lalu aku mendatanginya dan aku letakkan daguku di atas pundaknya dan aku sandarkan wajahku di pipinya. Rasulullah berkata,
“Sudah cukup (engkau melihat mereka bermain)”. Aku berkata, “Wahai Rasulullah, jangan terburu-buru”. Lalu beliau (tetap) berdiri untukku (agar aku bisa terus melihat mereka). Kemudian beliau berkata, “Sudah cukup”. Aku berkata, “Wahai Rasulullah, jangan terburu-buru”.
‘Aisyah berkata,
“Aku tidak ingin terus melihat mereka bermain, akan tetapi aku ingin para perempuan tahu bagaimana kedudukan Rasulullah di sisiku dan kedudukanku di sisi Rasulullah. ” (HR. Al-Bukhari, Muslim, An-Nasai). Dalam riwayat yang lain, ‘Aisyah berkata, “Hingga akulah yang bosan (melihat permainan mereka).” (HR. Al-Bukhari).
Bahkan Nabi mencontohkan lomba lari dengan istri beliau. ‘Aisyah menceritakan bahwasanya ia pernah bersafar bersama Rasulullah, dan berlomba lari dengan beliau. ‘Aisyah berkata,
“Maka akupun berlomba dengannya dan aku mengalahkannya.” Pada kesempatan yang lain, ‘Aisyah kembali bersafar bersama beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan kembali berlomba lari. ‘Aisyah berkata,
“Maka akupun berlomba dengannya lalu Rasulullah mendahuluiku. Beliau tertawa dan berkata, “Ini untuk kekalahanku yang dulu.” (Syaikh Al-Albani berkata, “Sanadnya shahih”).
Nabi mengenal istri beliau dengan baik, bahkan sangat detail. Sedemikian detail, sampai beliau mengetahui pilihan kata ‘Aisyah. Beliau bisa membedakan kapan ‘Aisyah marah dan kapan ‘Aisyah ridha.
‘Aisyah berkata, “Rasulullah berkata kepadaku,
‘Sesungguhnya aku tahu kapan engkau sedang ridha kepadaku dan kapan engkau sedang marah kepadaku.’” Aku berkata, ‘Dari mana engkau tahu hal itu?’ Beliau berkata, ‘Jika engkau ridha kepadaku maka engkau berkata :
Demi Rabbnya Muhammad. Jika engkau sedang marah, engkau berkata : Demi Rabbnya Ibrahim.’ Aku berkata, ‘Benar, demi Allah wahai Rasulullah aku tidak menghajr (marah) kecuali hanya kepada namamu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Di antara keteladanan yang luar biasa pada rumah tangga Nabi adalah, beliau menyelenggarakan pertemuan keluarga setiap malam. Anas bin Malik berkata,
“Nabi memiliki sembilan orang istri. Beliau jika membagi (giliran jatah menginap) di antara mereka bersembilan maka tidaklah beliau kembali kepada perempuan yang pertama kecuali setelah sembilan hari. Mereka selalu berkumpul di rumah istri yang gilirannya mendapat jatah menginap Nabi Saw.” (HR. Muslim).
Ibnu Katsir berkata,
“Dan istri-istri beliau berkumpul setiap malam di rumah istri yang mendapat giliran jatah menginapnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka beliau pun terkadang makan malam bersama mereka kemudian masing-masing kembali ke tempat tinggalnya.” (Tafsir Ibnu Katsir).
Tindakan beliau bersama para istri berkumpul di rumah salah seorang diantara salah seorang istri, yang mendapatkan jatah giliran malam itu, merupakan teladan nyata dalam membuat suasana kekompakan, kerukunan, keharmonisan, dan kebahagiaan dalam rumah tangga. Hendaknya family time seperti ini ditradisikan dalam keluarga setiap muslim, meneladani tindakan Nabi dan para istri.
Para ulama menyatakan, makruh hukumnya mengobrol setelah shalat Isya’, kecuali pada obrolan yang memiliki nilai kebaikan. Imam An-Nawawi menjelaskan,
“Para ulama sepakat, makruh mengobrol setelah isya, kecuali yang di dalamnya ada kebaikan”. (Syarh Shahih Muslim).
Ada banyak jenis obrolan yang memiliki nilai kebaikan seperti obrolan untuk belajar ilmu agama, obrolan untuk melayani tamu, dan obrolan suami istri. Maka ini boleh dilakukan setelah Isya’, tidak masuk kategori yang makruh. Para ulama memasukkan obrolan dengan istri dan keluarga, termasuk kategori kebaikan sehingga tidak dimakruhkan, jika dilakukan setelah Isya’. Obrolan dengan istri adalah ibadah yang berpahala.
Imam Bukhari setelah menyebutkan bab bolehnya bergadang untuk belajar agama, beliau sebutkan kegiatan lain yang hukumnya sama, yaitu: bab bolehnya bergadang dalam rangka melayani tamu dan mengobrol bersama istri (Shahih Bukhari).
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata,
“Aku menginap di rumah bibiku Maimunah (istri Nabi), maka Rasulullah berbincang-bincang dengan istrinya (Maimunah) beberapa lama kemudian beliau tidur.” ( HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Karena itu, para ulama menilai obrolan dengan istri dan anak, termasuk kegiatan yang memberikan maslahat. Imam An-Nawawi menjelaskan,
“Para ulama mengatakan, obrolan yang makruh setelah isya adalah obrolan yang tidak ada maslahatnya. Adapaun kegiatan yang ada maslahatnya dan ada kebaikannya, tidak makruh.
Seperti belajar ilmu agama, membaca cerita orang sholih, mengobrol melayani tamu, atau pengantin baru untuk keakraban, atau suami mengobrol dengan istrinya dan anaknya untuk mewujudkan kasih sayang dan hajat keluarga.” (Syarh Shahih Muslim).
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mencontohkan mencumbui seluruh istri beliau setiap hari. Sekali lagi : setiap hari.
‘Aisyah berkata,
“Rasulullah tidak mendahulukan sebagian kami di atas sebagian yang lain dalam hal jatah menginap di antara kami (istri-istri beliau), dan beliau selalu mengelilingi kami seluruhnya (satu persatu) kecuali sangat jarang sekali beliau tidak melakukan demikian.
Maka beliau pun mendekati (mencium dan mencumbui) setiap istri tanpa menjimaknya hingga sampai pada istri yang mendapatkan jatah menginapnya, lalu beliau menginap di tempat istri tersebut.” (HR. Abu Dawud, Al-Hakim dalam Al-Mustadrak, Ahmad. Dihasankan oleh Syaikh Al-Albani (Ash-Shahihah no 1479).
Baca juga :
Taat membangun solidarias organisasi
Ikuti kegiatan kami di @yasapeduli