Physical Address

304 North Cardinal St.
Dorchester Center, MA 02124

memilih

Seni Memilih Pasangan

Memilih Pasangan Ada Seninya

Oleh : Prof. Dr. Uril Bahruddin, MA.*

=========================================================

قال الله تعالى:

الخَبِيْثَاتُ لِلْخَبِيْثِيْنَ وَالْخَبِيْثُوْنَ لِلْخَبِيْثَاتِ، وَالطَيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِيْنَ وَالطَّيِّبُوْنَ لِلطَّيِّبَاتِ، أُولۤئِكَ مُبَرَّؤُوْنَ مِمَّا يَقُوْلُوْنَ، لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيْمٌ (سُورَة النُّوْر:26)

Artinya:

Perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji untuk perempuan-perempuan yang keji (pula), sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik (pula). Mereka itu bersih dari yang dituduhkan orang. Mereka memperoleh ampunan dan rizki yang mulia (surga)”. (QS An-Nūr : 26)

Latar belakang diturunkannya ayat ini adalah terkait dengan peristiwa hadῑṡul ifki atau berita bohong yang menjadi korbannya adalah istri baginda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam  sendiri  dan seorang sahabat yang bernama Shafwan bin Al Mu’athal. Ayat ini adalah merupakan pembersihan dari Allah dan pengembalian nama baik ‘Aisyah radhiyallahu’anha yang dituduh berselingkuh dengan sahabat Shafwan.

‘Aisyah adalah salah satu dari wanita terbaik yang telah dipilih menjadi istri orang yang terbaik yaitu baginda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Begitu juga Shafwan adalah sahabat yang baik pilihan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, sehingga tidak mungkin mereka berbuat keji seperti yang dituduhkan kepada mereka. Karena itulah, pembebasan dari tuduhan dan fitnah yang keji itu datang langsung dari Allah Subhanahu wa ta’ala, melalui wahyu yang suci yang turun kepada nabi yang mulia.

Karena adanya keterkaitan ayat ini dengan peristiwa hadῑṡul ifki, maka Prof Dr Wahbah Az Zuhaili dengan menukil pendapat Mujahid, Ibnu jubair dan ‘Atha’ dalam tafsirnya Al-Munir mengatakan, di antara makna yang terkandung dalam ayat tersebut adalah bahwa al khabῑṡāt bisa diartikan dengan tuduhan keji yang disampaikan kepada sayyidatina ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha itu hanyalah akan dilakukan orang-orang yang keji, demikian juga orang-orang yang keji tidak akan berkata kecuali dengan kata-kata yang keji pula.

Sebaliknya perkataan yang baik yang menolak fitnah yang menimpa keluarga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam hanyalah ducapkan oleh orang-orang yang baik pula.

Adapun makna umum yang dapat difahami dari teks ayat, sebagaimana pendapat An-Nahhas adalah bahwa perempuan-perempuan yang baik itu akan menikah dan menjadi pasangan dari laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik juga akan menikah dan menjadi pasangan perempuan-perempuan yang baik. Sehingga dari makna yang umum ini, ayat tersebut dapat dijadikan sebagai dalil bagi siapa saja yang mau menikah hendaknya memilih pasangan yang terbaik.

Dengan makna seperti itu, maka makna ayat tersebut senada dengan hadis yang disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa seorang perempuan itu dipilih oleh seorang laki-laki untuk dinikahi karena empat kriteria, dan yang paling utama dari empat kriteria itu adalah yang paling baik agamanya.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

Seorang wanita dinikahi karena empat perkara; karena hartanya, kedudukannya, kecantikannya dan agamanya, maka dahulukanlah yang mempunyai agama, niscaya kamu akan beruntung.” (HR Bukhari dan Muslim).

Itulah anjuran Islam, perempuan yang paling baik agama dan akhlaknya adalah yang terbaik bagi laki-laki untuk dinikahi, dan hendaknya seorang laki-laki tidak hanya memilih karena bentuk luarnya saja, seperti tempat tinggal, kendaraan, dan gaya hidupnya semata.

Namun, hal ini tidak berarti bahwa menikah karena pertimbangan selain agama adalah perbuatan yang terlarang. Hal itu tetap saja diperbolehkan karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadis yang disampaikan oleh Abu Hurairah di atas telah menyebutkan empat hal yang menarik seorang laki-laki dari perempuan. Dalam hadis tersebut Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam hanya menekankan untuk memilih yang terbaik agama dan akhlaknya.

Adapun terkait dengan seorang laki-laki yang baik dalam agama dan akhlaknya, maka tidak ada alasan bagi perempuan atau walinya untuk menolak pinangannya, kecuali memang ada alasan syar’i lain yang membolehkan untuk menolak. Dalam sebuah hadis disebutkan, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

Jika telah datang kepada kalian lelaki yang kalian ridhai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia (dengan anak perempuan kalian), jika tidak maka niscaya akan terjadi musibah dan kerusakan di bumi.” (HR Tirmidzi).

 

Langkah berikutnya ketika sudah menemukan dan memilih pasangan yang memiliki nilai agama dan akhlak yang baik adalah melihat calon pasangan. Suatu ketika Al Mughirah bin Syu’bah telah meminang seorang gadis untuk dinikahinya, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menganjurkan kepadanya untuk melihatnya, agar mengenal betul siapa calon pendampingnya. Sebagaimana disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sabdanya,

Lihatlah calon pasanganmu, karena dengan itu akan mengekalkan kalian berdua.” (HR Abu Dawud dan Nasa’i).

Perlu diperhatikan di sini bahwa untuk melihat calon pendamping tetap saja harus memperhatikan adab dan aturan syar’i, diantaranya agar tidak terjadi fitnah, maka harus didampingi oleh mahram dari pihak perempuan. Demikian pula bagian yang dilihat juga terbatas pada bagian tertentu dari perempuan yang boleh diperlihatkan kepada orang lain yang bukan muhrimnya. Memang pada kenyataannya, masih banyak orang yang belum memahami masalah ini.

Dengan alasan karena sudah dipinang, maka menurut mereka boleh melihat dan melakukan apa saja terhadap calon pendampingnya. Bahkan ada seorang kawan yang pernah bercerita, ketika dia mau menikahi dan melihat calon istrinya, di antaranya dia melakukannya dengan renang bersama, katanya agar tahu kalau calon pendampingnya punya panu atau tidak.

Budaya bebas tanpa aturan seperti itu adalah budaya orang barat yang memang mereka tidak memiliki aturan nilai-nilai agama. Menurut cerita kawan-kawan yang pernah lama hidup di Eropa, bahwa kebiasaan para remaja Eropa ketika mau menikah, terlebih dahulu mereka hidup berdua dalam sebuah apartemen.

Tujuannya adalah untuk mencoba mengenali dan menjajaki sebuah kehidupan bersama, jika terasa cocok, maka dilanjutkan dengan pernikahan resmi, dan jika tidak, maka mereka pun berpisah setelah itu.

Lebih dari itu, agar dalam memilih pasangan hidup semakin memberikan berkah, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam juga mengajarkan kepada kita untuk melakukan istikharah, yaitu bisa dilakukan dengan melakukan shalat dua rokaat, kemudian dilanjutkan dengan berdoa kepada Allah dengan doa tertentu yang isinya adalah minta dipilihkan oleh Allah Ta’ala yang terbaik menurut-Nya.

Meskipun menurut pandangan manusia sudah sangat baik dan cocok, tetap saja sebagai muslim harus mengikut sertakan Allah Ta’ala dalam menentukan pilihan agar keberkahan selalu ada pada setiap langkahnya. Dalam sebuah hadis dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam selalu mengajarkan istikharah untuk segala urusan.” (HR Bukhari).

Semoga Allah Ta’ala selalu memudahkan dan memberkahi segala urusan kita. Wallahu A’lam.

*Prof. Dr. Uril Bahruddin, MA.

Guru Besar Ilmu Bahasa Arab UIN Maliki Malang

Dewan Pembina LAZ YASA Malang

 

Baca juga :

Mengenal Allah dengan Al Qur’an

Hukum meratapi kematian dalam Islam

Fenomena meminta hujan dengan binatang

Ikuti kegiatan kami di @yasapeduli

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *