Physical Address
304 North Cardinal St.
Dorchester Center, MA 02124
Physical Address
304 North Cardinal St.
Dorchester Center, MA 02124
Daftar isi
Kata mahram dan muhrim telah sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari. Terkadang, kita pernah mendengar seseorang yang mengatakan “Maaf, jangan sentuh. Bukan muhrim”. Kalimat tersebut umumnya ditujukan kepada kaum laki-laki dan perempuan muslim yang tidak memiliki ikatan keluarga untuk bersentuhan.
Selama ini kata mahram dan muhrim sering digunakan untuk mengacu pada anggota keluarga yang tidak boleh atau tidak bisa dinikahi, misalnya ayah, ibu, adik atau kakak kandung, paman, bibi, dan seterusnya. Kata muhrim berasal dari bahasa Arab, berarti ’orang yang melakukan ihram’. Adapun ihram adalah keadaan seseorang yang telah berniat untuk melaksanakan ibadah haji atau umrah.
Ketika jemaah haji atau jemaah umrah telah memasuki daerah mikat (miqat), kemudian dia mengenakan pakaian ihramnya dan menghindari semua larangan ihram, orang ini disebut muhrim. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) juga jelas disebutkan bahwa muhrim bermakna ’orang yang sedang mengerjakan ihram’.
Jadi, konteks kata muhrim selalu berkaitan dengan ibadah haji atau umrah. Sungguh berbeda dengan arti kata muhrim yang dipahami masyarakat selama ini, yang antara lain telah disebutkan dalam contoh di atas. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penggunaan kata muhrim untuk konteks tentang keturunan dan pernikahan tidak tepat karena melenceng dari makna yang sebenarnya.
Mahram adalah perempuan atau laki-laki yang masih termasuk sanak saudara dekat sehingga tidak boleh menikah di antara keduanya. Hubungan mahram dapat terjadi karena tiga sebab, yakni karena keturunan, sesusuan, dan hubungan perkawinan.
Dalam KBBI, kata mahram juga memiliki makna ’orang (perempuan, laki-laki) yang masih termasuk sanak saudara dekat karena keturunan, sesusuan, atau hubungan perkawinan sehingga tidak boleh menikah di antaranya’ dan ’orang laki-laki yang dianggap dapat melindungi wanita yang akan melakukan ibadah haji (suami, anak laki-laki, dan sebagainya)’.
Kata muhrim dipakai dalam konteks ibadah haji atau umrah, sedangkan mahram terkait dengan keturunan dan pernikahan.
Dari penjelasan tersebut, sudah jelas bahwa arti kata mahram dan muhrim sangat berbeda. Kata muhrim dipakai dalam konteks ibadah haji atau umrah, sedangkan mahram terkait dengan keturunan dan pernikahan. Itulah mengapa mahram dan muhrim sangat berbeda penggunaannya.
Orang-orang yang termasuk mahram sebab keturunan ada tujuh, sebagaimana firman Allah:
“Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan; saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu istrimu (mertua); anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri,
tetapi jika kamu belum campur dengan istri kamu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [QS. an-Nisa (4): 23]
Berdasarkan ayat di atas, dapat diketahui bahwa orang-orang yang termasuk mahram, yaitu yang tidak boleh dinikahi dengan sebab keturunan ada tujuh golongan, yaitu:
Anak akibat dari perzinahan termasuk mahram, dengan berdalil pada keumuman firman Allâh: “… anak-anakmu yang perempuan …” [QS. An-Nisa (4): 23]
Mahram sebab susuan ada tujuh golongan, sama seperti mahram sebab keturunan, tanpa pengecualian.
Al-Quran menyebutkan secara khusus dua bagian mahram sebab susuan, yaitu yang terdapat pada QS. an-Nisa (4): 23:
Mahram sebab perkawinan ada enam golongan, yaitu:
Inilah perbedaan mahram dan muhrim yang harus diketahui, semoga kita umat muslim sudah tidak salah lagi dalam menggunakan dan memaknainya.
Baca juga :
Mengenal Allah dengan Al Qur’an
Hukum meratapi kematian dalam Islam
Fenomena meminta hujan dengan binatang
Ikuti kegiatan kami di @yasapeduli