Physical Address
304 North Cardinal St.
Dorchester Center, MA 02124
Physical Address
304 North Cardinal St.
Dorchester Center, MA 02124
Daftar isi
Nifas adalah darah yang keluar dari rahim disebabkan karena proses kelahiran. Bisa terjadi sesudah atau sebelumnya, lama waktu antara 2-3 hari dan disertai dengan rasa sakit. Jabir berkata, Rasulullah SAW menetapkan waktu 40 hari bagi perempuan – perempuan yang nifas.
Ibnu Taimiyah dalam kitab Syarhul Iqna’ berpendapat bahwa
“Manakala seorang wanita mendapati darah yang disertai rasa sakit sebelum masa (minimal) itu, maka tidak perlu dianggap. Namun jika sesudah masa minimal, maka ia tidak shalat dan tidak puasa. Kemudian, apabila sesudah kelahiran ternyata tidak sesuai dengan kenyataan (bayi belum berbentuk manusia) maka ia segera kembali mengerjakan kewajiban.
Tetapi kalau ternyata demikian (bayi sudah berbentuk manusia), tetap berlaku hukum menurut kenyataan sehingga tidak perlu kembali mengerjakan kewajiban.”
Dalam islam, wanita yang sedang dalam masa nifas tidak diperkenankan untuk keluar rumah selama masa tersebut. Seperti yang diungkapkan Dari Ali bin Abdil A’la, dari Abu Sahl, dari Mussah al-Azdiyyah, dari Ummu Salamah ra., dia berkata:
“Para wanita nifas berdiam diri di masa Rasulullah Saw. selama 40 (empat puluh hari). Kami memoles wajah kami dengan waras yang berwarna hitam kemerahan.” (HR. Tirmidzi, Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah)
Hukum nifas sama seperti hukum saat wanita sedang dalam masa haid. Ia diharamkan untuk shalat, puasa, thawaf, jima’, dan diceraikan. Namun, ada beberapa perbedaan diantara keduanya.
Masa iddah dihitung dengan terjadinya talak, bukan dengan nifas. Karena, jika talak jatuh sebelum istri melahirkan iddahnya akan habis karena melahirkan bukan karena nifas. Sedangkan jika talak jatuh setelah melahirkan, maka ia menunggu sampai haid lagi, sebagaimana telah dijelaskan dalam firman Allah SWT dalam QS Al – Baqarah ayat 228 “Wanita – wanita yang dicerai hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’..”
Masa haid termasuk dalam hitungan masa ila’, sedangkan masa nifas tidak termasuk. Ila’ yakni jika seorang suami bersumpah tidak akan menggauli istrinya selama – lamanya, atau selama lebih dari empat bulan. Jika dia bersumpah demikian dan si istri menuntut suami menggaulinya, maka suami diberi masa empat bulan dari saat bersumpah.
Setelah selesai masa tersebut, suami diharuskan menggauli istrinya, atau menceraikan atas permintaan istri. Dalam masa ila’ selama empat bulan bila si istri mengalami nifas, tidak dihitung terhadap sang suami, dan ditambahkan atas empat bulan tadi selama masa nifas. Hal ini berbeda dengan haid, masa haid tetap dihitung terhadap sang suami.
Masa baligh terjadi dengan haid. Karena seorang wanita tidak mungkin bisa hamil sebelum haid, maka masa baligh seorang wanita terjadi dengan datangnya haid yang mendahului kehamilan.
Darah haid jika berhenti lain kembali keluar tetapi masih dalam waktu biasanya, maka darah itu diyakini darah haid. Misalnya, seorang wanita yang biasanya haid delapan hari, tetapi setelah empat hari haidnya berhenti selama dua hari, kemudian datang lagi pada hari ketujuh dan kedelapan, maka tak diragukan lagi bahwa darah yang keluar itu adalah darah haid.
Sedangkan untuk darah nifas, jika darah berhenti sebelum 40 hari lalu keluar lagi pada hari ke 40 atau 41 maka darah itu diragukan termasuk darah nifas. Oleh karena itu, wajib bagi wanita untuk tetap melaksanakan shalat dan puasa. Namun, jika darah keluar lagi pada masa yang dimungkinkan masih sebagai nifas atau dalam rentang waktu 40 hari, maka termasuk nifas. Jika tidak, maka dinilai sebagai darah haid. Kecuali, jika darah itu keluar terus menerus maka merupakan istihadhah.
Sedangkan dalam nifas, jika ia suci sebelum empat puluh hari maka suami tidak boleh menggaulinya, menurut yang masyhur dalam madzhab Hanbali.
Menurut pendapat kebanyakan ulama, suami tidak dilarang menggaulinya. Sebab tidak ada dalil syar’i yang menunjukkan bahwa hal itu dilarang, kecuali riwayat yang disebutkan Imam Ahmad dari Utsman bin Abu Al-Ash bahwa isterinya datang kepadanya sebelum empat puluh hari, lalu ia berkata: “Jangan kau dekati aku !”.
Ucapan Utsman tersebut tidak berarti suami terlarang menggauli isterinya karena hal itu mungkin saja merupakan sikap hati-hati Ustman, yaknik hawatir kalau isterinya belum suci benar, atau takut dapat mengakibatkan pendarahan disebabkan senggama atau sebab lainnya.
Baca juga :
Mengenal Allah dengan Al Qur’an
Hukum meratapi kematian dalam Islam
Fenomena meminta hujan dengan binatang
Ikuti kegiatan kami di @yasapeduli